Two Hearts - 7
Satu bulan begitu berlalu dengan cepat, pelajaran yang berharga aku dapatkan selama satu bulan ini, tetapi ini hari terakhir aku bertemu dengan Xavier karena tugas yang bibi berikan kepadaku telah selesai, aku mendadak mengeluarkan air mata dihadapannya “kau tidak apa-apa?” “iya Audrey, apa kau baik-baik saja?” Bibi Monika dan Xavier memberikan pertanyaan yang sangat sulit untuk aku jawab. “tidak,apa-apa, sungguh aku baik-baik saja, hanya mataku perih sedikit karena kurang tidur semalam” itu adalah sebuah kebohongan yang sangat menyakitkan yang pernah aku ucapkan seumur hidupku.
Dalam perjalanan pulang aku tidak bisa berhenti memikirkannya, sampai bibi menepuk bahuku, hingga aku tersadar dari lamunanku , “jangan mengagetkanku seperti itu lagi !” aku kesal atas perlakuan bibi yang menyebalkan itu. “jangan kau menyetir dalam keadaan melamun !” bibi memutar balikan omelanku yang tadi. “kau menyukai Xavier? akhirnya selama bertahun-tahun kau tidak pernah mencintai seseorang, hatimu luluh juga terhadap terpidana mati itu” Bibi tertawa begitu hebatnya karena dia mengetahui perasaanku terhadapnya. Aku sangat malu untuk menjawabnya, aku urungkan untuk menjawab pertanyaan dari bibi.
“kau sedang dimana? cepatlah ke rumah sakit, penyakit ibu kambuh” George begitu cemas saat menelfonku. Tujuanku saat itu akan mengantar Bibi pulang tapi saat mendengar kejadian seperti itu aku langsung mengarahkan mobilku ke rumah sakit didaerah Greenwich. saat aku masuk ke ruangan rawat inap ibu, ternayata di dalam ada Louis, aku tidak menghiraukannya. Ibu yang berbaring diatas tempat tidur membuat aku bersedih sambil memeluk kakaku. Bibi duduk di kursi yang tepatnya bersebelahan dengan kasur ibu. setelah beberapa jam ibu tidak sadarkan diri, tapi akhirnya ibu bisa membuka matanya dan menggerakan tangannya, aku langsung memegang tangannya “waktu ibu tidak lama lagi Audrey, ibu ingin melihat kau dan Louis menikah sebelum ibu pergi meninggalkan dunia ini,aku ingin kalian menikah 2 minggu lagi, aku mohon Audrey laksanakan permintaan ibu ini” ibu meneteskan air matanya sehingga aku tidak bisa untuk membangkang omongan ibu. Aku melihat Bibi Monika keluar dari ruangan rawat inap. “ta….pppii.. bu” aku ingin sekali menolak permintaan ibu ini, tapi mulutku tidak bisa berkata “tidak” karena melihat kondisi ibu saat ini. Louis memegang bahuku. “baiklah ibu, aku akan menikah dengannya” air mataku tidak bisa tertahan lagi, George memasang muka yang sangat menyesal telah mengenalkan temannya itu kepada ibuku untuk menjadi calon suami adiknya. Aku langsung keluar dari ruangan rawat inap Ibu, dan menuju taman yang berada di belakang rumah sakit. ya tuhan aku tidak kuat untuk menanggung beban yang sangat berat ini, aku mohon cabut nyawaku sekarang juga ya tuhan, tolonglah…. aku tidak mencintainya tuhan. Bibi menawarkanku tisu untuk mengelap air mataku “aku tahu ini sangat berat untukmu, Miranda memang keterlaluan, sangat tidak punya perasaan, sabarlah Audrey” bibi berkata demikian sambil memelukku.
Dalam perjalanan pulang aku tidak bisa berhenti memikirkannya, sampai bibi menepuk bahuku, hingga aku tersadar dari lamunanku , “jangan mengagetkanku seperti itu lagi !” aku kesal atas perlakuan bibi yang menyebalkan itu. “jangan kau menyetir dalam keadaan melamun !” bibi memutar balikan omelanku yang tadi. “kau menyukai Xavier? akhirnya selama bertahun-tahun kau tidak pernah mencintai seseorang, hatimu luluh juga terhadap terpidana mati itu” Bibi tertawa begitu hebatnya karena dia mengetahui perasaanku terhadapnya. Aku sangat malu untuk menjawabnya, aku urungkan untuk menjawab pertanyaan dari bibi.
“kau sedang dimana? cepatlah ke rumah sakit, penyakit ibu kambuh” George begitu cemas saat menelfonku. Tujuanku saat itu akan mengantar Bibi pulang tapi saat mendengar kejadian seperti itu aku langsung mengarahkan mobilku ke rumah sakit didaerah Greenwich. saat aku masuk ke ruangan rawat inap ibu, ternayata di dalam ada Louis, aku tidak menghiraukannya. Ibu yang berbaring diatas tempat tidur membuat aku bersedih sambil memeluk kakaku. Bibi duduk di kursi yang tepatnya bersebelahan dengan kasur ibu. setelah beberapa jam ibu tidak sadarkan diri, tapi akhirnya ibu bisa membuka matanya dan menggerakan tangannya, aku langsung memegang tangannya “waktu ibu tidak lama lagi Audrey, ibu ingin melihat kau dan Louis menikah sebelum ibu pergi meninggalkan dunia ini,aku ingin kalian menikah 2 minggu lagi, aku mohon Audrey laksanakan permintaan ibu ini” ibu meneteskan air matanya sehingga aku tidak bisa untuk membangkang omongan ibu. Aku melihat Bibi Monika keluar dari ruangan rawat inap. “ta….pppii.. bu” aku ingin sekali menolak permintaan ibu ini, tapi mulutku tidak bisa berkata “tidak” karena melihat kondisi ibu saat ini. Louis memegang bahuku. “baiklah ibu, aku akan menikah dengannya” air mataku tidak bisa tertahan lagi, George memasang muka yang sangat menyesal telah mengenalkan temannya itu kepada ibuku untuk menjadi calon suami adiknya. Aku langsung keluar dari ruangan rawat inap Ibu, dan menuju taman yang berada di belakang rumah sakit. ya tuhan aku tidak kuat untuk menanggung beban yang sangat berat ini, aku mohon cabut nyawaku sekarang juga ya tuhan, tolonglah…. aku tidak mencintainya tuhan. Bibi menawarkanku tisu untuk mengelap air mataku “aku tahu ini sangat berat untukmu, Miranda memang keterlaluan, sangat tidak punya perasaan, sabarlah Audrey” bibi berkata demikian sambil memelukku.
Komentar
Posting Komentar