Two Hearts - 1
Namaku Audrey, aku benci dunia ini sungguh benci dan muak !, orang tuaku dan keluarga-keluargaku menganggapku seperti “sampah” ya begitulah kenyataannya. Salju turun begitu lembut menutupi sebagian jalan, lampu mobil memperlihatkan salju-salju yang turun begitu lembut yang hanya bisa dilihat oleh cahaya mobil yang aku kemudikan. Asap rokok seperti debu yang memenuhi seluruh dalam mobil. Aku rebahkan tubuhku di salah satu sofa di apartemenku untuk mengumpulkan kembali energi yang sudah kugunakan.
Mataku terbuka, dan aku ingat tempat ini pernah aku kunjungi, mataku sekarang terbuka lebar, ya benar saja tempat ini penuh dengan peralatan kesehatan, rumah sakit , aku sudah sering masuk rumah sakit karena ulahku sendiri yang ingin hilang dari dunia ini dan tak ingin menjadi beban untuk orangtuaku “ibu” . Percobaan bunuh diri yang sering aku lakukan tak pernah berhasil, “apa maksud tuhan dengan semua ini? apa dia membutuhkan ku? apa tuhan ingin aku berubah? apa yang sebenarnya tuhan inginkan hingga dia tidak mengijinkanku untuk meninggalkan dunia ini?” itulah kata-kata yang sering aku keluarkan jika percobaan bunuh diriku tidak berhasil. “apa yang sebenarnya kau inginkan?” dengan wajah yang kusut ibu memarahiku “aku ingin mengakhiri hidup ini” “apa? kau ingin mati ! kau sudah gila ! benar-benar gila !” nada yang begitu kasar keluar dari mulutnya “ya , benar aku sudah gila karenamu ! ingat karenamu !!”. butiran air matapun menetes dari matanya.
Langkah kakiku pun sedikit demi sedikit mencapai ambang pintu keluar dari ruangan inap ku. Pohon-pohon yang hijau kini menjadi putih ditutupi oleh salju, jendela pun ikut terkena embun yang begitu lembut. Aku keluarkan sebatang rokok yang berada disaku baju. Suasana yang hening di antara lorong rumah sakit membuatku sedikit takut, aku baru ingat mengapa diriku bisa ada di tempat menyeramkam ini, obat tidur yang sering aku minum tidak kuminum sesuai aturan hingga aku overdosis, tapi memang itu yang kuinginkan !, tetap saja tidak berhasil. Otakku mulai gila, terbesit pikiran yang sudah lama aku inginkan tetapi aku belum berani melakukannya, terjun dari lantai 15 apartemenku memang berhasil tapi nyaliku belum bisa untuk menerimanya. Asap rokok pun memenuhi hampir sebagian lorong. seorang wanita menepuk bahuku “memang wanita yang tidak berguna” seorang wanita berumur sekitar 70 tahun, bibi Monika namanya “memang aku tidak berguna” “selama satu bulan ini kau mau ikut terapi dirumah sakit bersama pamanmu atau ikut denganku?” dia menawarkan 2 pilihan yang membuatku bingung “ayo cepat, aku tidak punya waktu” sepertinya dia sedang buru-buru “em…emmmm aku ikut denganmu” dengan nada terpaksa, aku mengiyakan tawarannya.
Mataku terbuka, dan aku ingat tempat ini pernah aku kunjungi, mataku sekarang terbuka lebar, ya benar saja tempat ini penuh dengan peralatan kesehatan, rumah sakit , aku sudah sering masuk rumah sakit karena ulahku sendiri yang ingin hilang dari dunia ini dan tak ingin menjadi beban untuk orangtuaku “ibu” . Percobaan bunuh diri yang sering aku lakukan tak pernah berhasil, “apa maksud tuhan dengan semua ini? apa dia membutuhkan ku? apa tuhan ingin aku berubah? apa yang sebenarnya tuhan inginkan hingga dia tidak mengijinkanku untuk meninggalkan dunia ini?” itulah kata-kata yang sering aku keluarkan jika percobaan bunuh diriku tidak berhasil. “apa yang sebenarnya kau inginkan?” dengan wajah yang kusut ibu memarahiku “aku ingin mengakhiri hidup ini” “apa? kau ingin mati ! kau sudah gila ! benar-benar gila !” nada yang begitu kasar keluar dari mulutnya “ya , benar aku sudah gila karenamu ! ingat karenamu !!”. butiran air matapun menetes dari matanya.
Langkah kakiku pun sedikit demi sedikit mencapai ambang pintu keluar dari ruangan inap ku. Pohon-pohon yang hijau kini menjadi putih ditutupi oleh salju, jendela pun ikut terkena embun yang begitu lembut. Aku keluarkan sebatang rokok yang berada disaku baju. Suasana yang hening di antara lorong rumah sakit membuatku sedikit takut, aku baru ingat mengapa diriku bisa ada di tempat menyeramkam ini, obat tidur yang sering aku minum tidak kuminum sesuai aturan hingga aku overdosis, tapi memang itu yang kuinginkan !, tetap saja tidak berhasil. Otakku mulai gila, terbesit pikiran yang sudah lama aku inginkan tetapi aku belum berani melakukannya, terjun dari lantai 15 apartemenku memang berhasil tapi nyaliku belum bisa untuk menerimanya. Asap rokok pun memenuhi hampir sebagian lorong. seorang wanita menepuk bahuku “memang wanita yang tidak berguna” seorang wanita berumur sekitar 70 tahun, bibi Monika namanya “memang aku tidak berguna” “selama satu bulan ini kau mau ikut terapi dirumah sakit bersama pamanmu atau ikut denganku?” dia menawarkan 2 pilihan yang membuatku bingung “ayo cepat, aku tidak punya waktu” sepertinya dia sedang buru-buru “em…emmmm aku ikut denganmu” dengan nada terpaksa, aku mengiyakan tawarannya.
Komentar
Posting Komentar